Jumat, 22 Juli 2011

Mengusir Keong Mas

Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck)

diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia. Sayangnya, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Mengapa Keong Mas Harus Dikendalikan? Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam (system tapin) serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total pada populasi keong mas yang tinggi.

Saat-saat Penting untuk Mengendalikan Keong Mas
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.

Bagaimana Mengendalikan Keong Mas?

* Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen, dimasak serta dimakan.
* Pemungutan: Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa agar meletakkan telurnya.
* Penggunaan umpan: Tempatkan dedaunan yang menarik perhatian keong agar membuat pemungutan keong lebih mudah (tanaman yang memungkinkan adalah: pisang dan pepaya).
* Pengelolaan air: Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat membantu mengurangi kerusakan. Saluransaluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) juga dapat dibuat, setelah persiapan lahan tahap akhir. Buat saluran-saluran kecil dengan menarik kantung berisi benda berat dengan interval 10-15 m atau di sekitar sudut-sudut sawah. Saluran-saluran kecil ini memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik focus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual dengan lebih mudah. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
* Pengunaan tanaman beracun: Tempatkan tanaman beracun (misalnya daun Monochoriavaginalis, daun tembakau, dan daun Kalamansi pada bidang-bidang sawah atau di saluran-saluran kecil.
* Pencegahan masuk ke sawah: Tempatkan penyaring dari kawat atau anyaman bambu padasaluran keluar dan masuk irigasi utama untuk mencegah masuknya keong. Bagaimanapun, manfaat dari tindakan ini agak terbatas karena kebanyakan keong mengubur dirinya sendiri dan “hibernasi” di sawah ketika tanah mengering.
* Tanam pindah: Tanam bibit-bibit yang sehat dengan anakan yang sehat. Terkadang, tanam pindah dapat ditunda (misalnya bibit berumur 25- 30 versus 12-15 hari), atau tanam bibit ganda per rumpun.
* Pengendalian secara kimia seperti pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan deris mungkin dibutuhkan bila praktek-praktek lainnya gagal. Cek produk-produk yang tersedia secara lokal yang memiliki kadar racun rendah terhadap manusia dan lingkungan. Pertimbangkan untuk menggunakan produk-produk untuk tempattempat rendah dan kanal-kanal kecil, bukan ke seluruh bidang sawah. Selalu pastikan penggunaan yang aman.


Di Kutip dari:
http://www.knowledgebank.irri.org

Diposkan oleh admin di 03:49 3 komentar
Label: HAMA, ORGANIK
Rabu, 06 Mei 2009
SEMUT USIR HAMA
Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya membuat kita mengaduh-aduh. Serangga kuning & ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, mempunyai teritori & terkenal agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).

Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.

Ratu Dilindungi
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

Pesan Kimiawi
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.

Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu.

dicopas dari "Lestari Mandiri"
Diposkan oleh admin di 19:49 6 komentar
Label: HAMA
Kamis, 16 April 2009
Populasi Tikus Sawah

Tikus adalah binatang yang sangat tidak disukai oleh manusia, karena tikus lebih banyak menyusahkan bagi manusia. Selain mnyusahkan, ternyata tikus juga telah memberikan kerugian yang cukup besar bagi perekonomian manusia.

Mengapa tikus dianggap merugikan.

* Tikus dapat merusak bangunan, kayu, perabotan, dan bahkan instalasi listrik yang bisa mengakibatkan kebakaran.
* Koloni 100 ekor tikus dapat menghabiskan pakan ternak sebanyak 1 ton dalam setahun.
* Tikus menghasilkan kotoran 10 kali lipat dari pakan yang dimakan dengan kotoran, urin dan bulunya.
* Tikus dikenal sebagai pembawa 45 macam penyakit, diantaranya; salmonellosis, pausteurellosis, leptospirosis, disentri pada babi, trichinosis, toksoplasma dan rabies, termasuk organisme yang ada pada kakinya sehingga penyakit lebih cepat menyebar.

Reproduksi

Tikus dapat berproduksi pada usia 2 - 3 bulan dan masa kehamilan 19-21 hari. Seekor tikus betina bisa melahirkan 5 - 10 ekor setiap kelahiran dan dalam setahun bisa melahirkan 5 - 10 kali dengan perbandingan jantan dan betina; 50% : 50% dan mereka akan kawin lagi setelah 48 jam seelah melahirkan. Dengan perbandingan ini, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan sebanyak 10.000 - 15.000 ekor dalam setahun.

Panca indra

Tikus mempunyai penglihatan yang lemah namun mempunyai penciuman dan pendengaran yang tajam. Tikus tidak menyukai area terbuka dan lebih menyukai area yang dapat bersentuhan langsung dengan tubuhnya. Tikus berkeliaran tidak jauh dari sarangnya, paling jauh hanya sampai 45 meter. Mereka akan menghindari objek yang baru dan akan menghindarinya untuk beberapa hari. Biasanya mereka butuh 5 hari untuk adaptasi.

Tanda-tanda keberadaan tikus

* Terdengar ada bunyi, menggerogoti, terdengar suara gaduh tikus memanjat dinding dan mencicit.
* Adanya kotoran. Ditemukan di sepanjang dinding, dibelakang objek atau di dekat persediaan makanan.
* Adanya lubang tempat tinggalnya yang mengindikasikan ada galian baru di dasar lantai ke dalam dinding.
* Berlari-larian. Nampak terdapat area bebas debu disepanjang dinding dan belakang gudang material.
* Ada tanda-tanda kayu yang digerogoti.
* Bau binatang pengerat/tikus.
* Peninjauan secara visual, Pada saat hari terang tikus umumnya ada. Tikus akan nampak di hari yang terang jika populasinya tinggi. Dengan tenang akan memasuki gudang di malam hari, tunggu keadaan sunyi hingga 5 menit dan dengarkan suara dari tikus ini. Lihat sekitarnya dengan menggunakan lampu senter yang kuat, mata tikus akan reflek terhadap cahaya tersebut.
* Pipa-pipa dan pipa sudut nampak kotor dan berminyak. Minyak ini berasal dari bulu tikus.

Makanan

Tikus termasuk hewan omnivora. Mereka lebih menyukai padi-padian, tapi mereka juga akan makan apapun, terutama pada saat tidak ada makanan, termasuk bangkai dan sabun. Tikus akan makan tiap hari. Tikus besar umumnya minum tiap hari, sedangkan tikus kecil dapat bertahan beberapa hari tanpa minum.

Habitat

* Mereka hidup dekat dengan sumber makanan; gudang, lumbung pangan, kandang.
* Tikus dapat memanjat dan melompat dengan ketinggian 91cm dan sejauh 122cm.
* Tikus dapat memanjat batubata, dinding dan berjalan diatas kawat.
* Tikus besar dapat menyelinap dilubang dengan diameter 1cm, sedangkan tikus kecil 0,6cm bahkan lebih kecil.
* Tikus aktif dimalam hari.

Budaya

Tikus merupakan binatang yang dibenci dibelahan bumi, kecuali di India. Di India tikus dianggap sebagai keturunan dewa, tidak boleh dibunuh, bahkan kalau perlu diberi makan dan dibiarkan berkembang biak.


Dikutip dari:

http://www.syaarar.com
Diposkan oleh admin di 08:27 1 komentar
Label: HAMA, ORGANIK
KEONG MAS bukan MAS KEONG

Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck)

diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia. Sayangnya, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Mengapa Keong Mas Harus Dikendalikan? Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam (system tapin) serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total pada populasi keong mas yang tinggi.


Saat-saat Penting untuk Mengendalikan Keong Mas
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.

Bagaimana Mengendalikan Keong Mas?

* Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen, dimasak serta dimakan.
* Pemungutan: Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa agar meletakkan telurnya.
* Penggunaan umpan: Tempatkan dedaunan yang menarik perhatian keong agar membuat pemungutan keong lebih mudah (tanaman yang memungkinkan adalah: pisang dan pepaya).
* Pengelolaan air: Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat membantu mengurangi kerusakan. Saluransaluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) juga dapat dibuat, setelah persiapan lahan tahap akhir. Buat saluran-saluran kecil dengan menarik kantung berisi benda berat dengan interval 10-15 m atau di sekitar sudut-sudut sawah. Saluran-saluran kecil ini memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik focus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual dengan lebih mudah. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
* Pengunaan tanaman beracun: Tempatkan tanaman beracun (misalnya daun Monochoriavaginalis, daun tembakau, dan daun Kalamansi pada bidang-bidang sawah atau di saluran-saluran kecil.
* Pencegahan masuk ke sawah: Tempatkan penyaring dari kawat atau anyaman bambu padasaluran keluar dan masuk irigasi utama untuk mencegah masuknya keong. Bagaimanapun, manfaat dari tindakan ini agak terbatas karena kebanyakan keong mengubur dirinya sendiri dan “hibernasi” di sawah ketika tanah mengering.
* Tanam pindah: Tanam bibit-bibit yang sehat dengan anakan yang sehat. Terkadang, tanam pindah dapat ditunda (misalnya bibit berumur 25- 30 versus 12-15 hari), atau tanam bibit ganda per rumpun.
* Pengendalian secara kimia seperti pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan deris mungkin dibutuhkan bila praktek-praktek lainnya gagal. Cek produk-produk yang tersedia secara lokal yang memiliki kadar racun rendah terhadap manusia dan lingkungan. Pertimbangkan untuk menggunakan produk-produk untuk tempattempat rendah dan kanal-kanal kecil, bukan ke seluruh bidang sawah. Selalu pastikan penggunaan yang aman.


Di Kutip dari:
http://www.knowledgebank.irri.org

Diposkan oleh admin di 08:13 5 komentar
Label: HAMA
Ramuan Pestisida Organik
1) Untuk Mengendalikan Hama secara Umum Bahan:
- Daun Mimba : 8 kg
- Lengkuas : 6 kg
- Serai : 6 kg
- Diterjen/Sabun Colek : 20 kg
- Air : 80 liter

Cara Membuat:
- Daun mimba, lengkuas dan semi ditumbuk halus dicampur dengan diterjen/sabun colek lalu tambahkan 20 liter air diaduk sampai merata. Direndam selama 24 jam kemudian saring dengan kain halus. Larutan akhir encerkan dengan 60 liter air. Larutan tersebut disemprotkan pads tanaman untuk luasan 1 hektar.

2) Untuk Mengendalikan Hama Trips pada Cabai
Bahan
- Daun Sirsak 50 - 100 lembar
- Deterjen/Sabun Colek 15 gr.
- Air 5 liter.

Cara Membuat

- Daun sirsak ditumbuk halus dicampur dengan 5 liter air.
- Direndam selama 24 jam, saying dengan kain halus.
- Setiap liter Iarutan dapat diencerkan dengan 10 - 15 liter air.
- Aplikasi dengan menyemprotkan larutan tersebut pada seluruh bagian tanaman yang ada hamanya.

3) Ramuan untuk Mengendalikan Hama Belalang dan Ulat.
Bahan
- Daun Sirsak 50 lembar
- Daun Tembakau satu genggam
- Deterjen/Sabun Colek 20 gr.
- Air 20 liter.

Cara membuat
- Daun sirsak dan tembakau ditumbuk halus. Tambahkan deterjen/sabun colek aduk
dengan 20 liter air, endapkan 24 jam.
- Disaring dengan kain halus dan diencerkan dengan 50 - 60 liter air, aplikasi dengan cara
disemprotkan.

4) Mengendalikan" Hama Wereng Coklat, Penggerek Batang dan Nematoda.
Bahan:
- Biji Mimba 50 gr.
- Alkohol 10 cc.
- Air 1 liter.

Cara membuat :
- Biji mimba ditumbuk halus dan diaduk dengan 10 cc alkohol, encerkan dengan 1 liter air,
endapkan selama 24 jam, wring dan dapat disemprotkan pada tanaman/serangga hama.

5) Ramuan untuk Mengendalikan Hama Tanaman Bawang Merah.
Bahan
- Daun Mimba 1 kg.
- Umbi Gadung Racun 2 buah.
- Deterjen/Sabun Colek sedikit.
- Air 20 liter.

Cara membuat
- Daun mimba dan umbi gadung ditumbuk halus, ditambah deterjen/sabun colek aduk
dengan 20 liter air, endapkan 24 jam, saring dan dapat disemprotkan pads tanaman.
Bahan
- Limbah daun tembakau 200 kg.
Cara membuat
- Dihancurkan/ditumbuk dihaluskan, cara aplikasi tumbuhan dan tembakau ditaburkan
bersama pemupukan untuk 1 hektar. Limbah dan tembakau itu baik untuk
mengendalikan penyakit karena jamur, bakteri dan mematoda.

6) Ramuan untuk Mengendalikan Tikus.
Bahan
- Umbi Gadung Racun 1 kg.
- Dedak padi. 10 kg.
- Tepung ikan 1 ons.
- Kemiri sedikit.
- Air sedikit.

Cara membuat:
- Umbi dikupas, dihaluskan, semua bahan dicampurkan tambah air dibuat pelet. Sebarkan
pelet dipematang sawah tempat tikus bersarang.


Dikutip dari Tulisan
Ir. Koswara Wijaya

1 komentar: